CB, PALU, SULTENG- Hari Ulang Tahun ke-53 Provinsi Sulawesi Tengah, 13 April 2017, juga diperingati melalui ritual dalam tradisi Dula Salama di halaman Kantor Gubernur setempat, Kamis. Dula salama atau doa keselamatan bagi masyarakat adat suku Kaili sudah dilaksanakan secara turun temurun bahkan sebelum Islam masuk ke Tanah Kaili.
Selain dula salama juga dilakukan pembacaan arwah bagi para pejuang dan para mantan kepala daerah yang telah meninggal dunia. Tradisi dula salama dilaksanakan sesudah upacara resmi peringatan HUT Provinsi Sulawesi Tengah ke-53 tahun.
Biasanya dula salama dilaksanakan di ruang kerja gubernur, lantai II, namun kali ini dilaksanakan di lantai I, di belakang panggung utama upacara. Ritual ini dilaksanakan dengan cara duduk bersila mengenakan pakaian kebesaran masing-masing. Dalam suasana duduk bersila, melingkar dengan sajian makanan khas dan buah itulah dipanjatkan doa kepala Allah SWT.
Selain Gubernur Longki Djanggola juga hadir Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Rudy Sufahriadi, Anggota DPR RI daerah pemilihan Sulawesi Tengah Muhidin Said, Ketua DPRD Sulawesi Tengah Aminuddin Ponulele, Wali Kota Palu Hidayat dan sejumlah bupati.
Selain pejabat daerah juga hadir Ketua Dewan Adat Moh Rum Parampasi bersama sejumlah anggota dewan lainnya antara lain Timudin Dg Mangera Bauwo. Di tengah-tengah para pejabat dan dewan itu terdapat sejumlah hidangan yang disajikan di atas baki berkaki atau dalam bahasa Kaili disebut Dula Palangga.
“Dula palangga ini sebagai wadah menu yang disajikan bermakna sebagai wadah persatuan dan kesatuan yang kokoh,” kata Rum Parampasi. Di atas dula palangga tersebut terdapat sajian paepulu yakni ketan yang dimasak dengan santan kemudian dibentuk bundar dan agak tinggi.
Ketan ini bermakna agar keluarga/masyarakat selalu rukun, bersatu dan damai serta kuat bagaikan ketan yang melengket satu sama lainnya. Selain hidangan itu juga terdapat berbagai jenis kue tradisional seperti dodoro atau lanalana. Jenis kue ini terbuat dari tepung, ketan halus, santan kelapa dan gula merah.
Masyarakat Kaili memaknai kue ini agar keluarga/masyarakat kehidupannya selalu bersatu, kokoh kuat dan manis rezekinya, sebagaimana bersatunya ketan, santan dan gula merah. Selain sajian dalam bentuk makanan, juga terdapat sajian buah seperti pisang. Masyarakat Kaili menyebutnya loka dano atau pisang gapi.
Dalam tradisi Dula Salama pisang gapi ini melambangkan pohon yang dingin dan sejuk, mudah tumbuh, berketurunan dan berbuah lebat. Pisang ini dimaknai agar seluruh keluarga/masyarakat tetap hidup dalam suasana sejuk, aman, tentram damai dan banyak rezeki. (ant/fat)