CB, SURABAYA – Polrestabes Surabaya dalam memberikan pelayanan dan perlindungan hak hukum pada setiap masyarakat nampaknya masih memiliki catatan buram atau raport merah.
Drs EC Mulyanto Wijaya, AK. Warga Darmo Permai Selatan X Nomor 2 Surabaya telah melaporkan terjadinya tindak pidana yang dilakukan Mardian Nasutio alias Thio Sin Tjong, dengan bukti laporan LPK/209/II/2015/SPKT/JATIM/RESTABES SURABAYA 10 Februari 2015.
Pada 19 November 2016, penyidik Polrestabes Surabaya, Bripka I Gusti Agus Sudartha, SE akhirnya resmi menetapkan Warga Krembangan Jaya tersebut sebagai tersangka kasus keterangan palsu sesuai pasal 263 KUHP.
pada 21 November 2016, kasus ini dihentikan atau di SP3 oleh Kapolrestabes Surabaya, yang saat itu dijabat oleh Kombes Pol Imam Sumantri.
Penghentian perkara Nomor SPPP/217/IX/2016/Satrekrim ini akhirnya mendapatkan perlawanan dari Mulyanto. Dia melayangkan permohonan pra peradilan ke Pengadilan Negeri Surabaya. Permohonan pra peradilan Nomor 4/Pra.Per/2017/PN.SBY tertanggal 4 Januari 2017 itu akhirnya dikabulkan oleh Hakim Dwi Supardi, SH, MH.
Pada amar putusannya, Hakim tunggal pra peradilan tersebut meminta agar Polrestabes melanjutkan perkara Mardian Nasutio ke tingkat penuntutan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya. Menurut Hakim Dwi, kasus Mardian tidak bisa di SP3 karena telah menyandang status tersangka.
Kendati demikian, putusan pra peradilan itu tak dianggap oleh penyidik. Sejak lima bulan putusan praperadilan itu dibacakan, tapi kasus ini tetap saja tiarap atau jalan ditempat.
Aksi tiarap itu pun akhirnya disikapi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan menegur Kapolri, Jendral Polisi Tito Karnavian melalui Surat Nomor B-167 A/Kompolnas/V/2017 tertanggal 31 Mei 2017.
Dalam surat teguran itu, Kompolnas menilai telah terjadi pelayanan buruk oleh penyidik Polrestabes Surabaya dalam bentuk mengabaikan putusan pra peradilan yang memerintahkan penyidik untuk tetap melanjutkan penyidikan terhadap Mardian Nasutio, yang hingga saat ini belum ada kepastian hukum.
Atas masalah itu Kompolnas meminta agar Kapolri untuk menindak lanjuti surat teguran berupa klarifikasi.
“Ini adalah surat yang kedua dari Kompolnas yang ditujukan ke Kapolri,”ujar Mulyanto saat di Kejari Surabaya, Rabu (05/07).
Mulyanto pun berharap dengan adanya pengaduan ke Kompolnas tersebut akan datang keadilan padanya.
“Saya hanya mencari keadilan, tidak lebih, karena selama ini perkara ini digantung terus oleh penyidik meski sudah ada putusan pengadilan “sambungnya.
Perlu diketahui, perkara ini merupakan buntut dari kasus penipuan dan penggelapan yang menjerat Hairanda beberapa waktu lalu. Saat itu, Hairanda mendapat kuasa dari Mulyanto untuk menangani kasus penganiayaan yang menjeratnya.
Ditengah proses hukum itu, Hairanda mengaku bisa menghentikan kasus penganiayaan yang menjerat Mulyanto dengan biaya sebesar Rp 165 juta. Namun setelah uang diberikan, Mulyanto justru ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan oleh Polrestabes Surabaya.
Merasa tertipu, akhirnya Mulyanto melaporkan Hairanda ke Polrestabes Surabaya hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penipuan. Bergulir ke pengadilan, Hairanda akhirnya divonis 6 bulan penjara oleh majelis hakim. Kemudian hukuman Harianda berubah menjadi dua tahun penjara setelah kasusnya masuk Pengadilan Tinggi Surabaya. (Nur).