Pro Kontra Purnawiyata di Tulungagung, Rasta: Lembaga Sekolah Harus Dikembalikan Pada Marwahnya 

CB, TULUNGAGUNG – Purnawiyata atau wisuda di dunia pendidikan Tulungagung, saat ini lagi rame jadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat. Ramenya soal purnawiyata ini di picu adanya iuran yang dianggap oleh wali murid sangat memberatkan.

Padahal, sebelumnya, kegiatan purnawiyata di laksanakan, para wali murid sudah diajak berembuk oleh pihak sekolah membahas soal sesi acara dan besaran anggaran. Namun, soal acara purnawiyata ini masih saja menuai pro kontra.

Tak hanya jadi bahan perbincangan saja, kegiatan yang sebelumnya sudah mendapat lampu hijau dari wali murid ini, cibiran pum sampai di unggah di grup media sosial Face book. Mereka, pada umumnya, membahas kegiatan purnawiyata ini. Tak pelak, unggahan itu tuai respon pro dan kontra sesama netizen.

Ramainya unggahan di media sosial soal pro kontra purnawiyata ini, Rasta (48), salah satu penggiat medsos di Kabupaten Tulungagung angkat bicara, semestinya dinas pendidikan harus mampu membuat regulasi yang tegas, yang didasari oleh pemikiran seberapa penting purnawiyata harus diselenggarakan di hall maupun di hotel.

Ia juga berharap pada pihak-pihak lembaga sekolah, bahwa kegiatan positif itu harus dikembalikan kepada marwahnya sebagai pencetak kader bangsa dan pendidikan adalah hak warga negara.

“Lembaga sekolah harus dikembalikan kepada marwahnya, sebagai pencetak kader bangsa dan pendidikan adalah hak warga negara,” kata Rasta dengan nada tegas.

Dan, menurutnya, wali murid dan siswa juga harus mampu berpikir kritis, apakah kegiatan seperti itu bersifat urgent atau sekedar hura-hura saja. Apalagi kegiatan ini jelas-jelas sangat membebani diri,  dengan adanya purnawiyata.

Disisi lain, wali murid masih harus menyediakan biaya ekstra pada jenjang pendidikan selanjutnya. Yang terpenting, kwalitas sekolah tidak dipengaruhi oleh penyelenggaraan purnawiyata.

“Percayalah bahwa kwalitas sekolah tidak dipengaruhi oleh penyelenggaraan purnawiyata,” jelasnya.

Rasta juga berharap, sudah seharusnya kedapan lembaga sekolah sebagai penyelenggara hendaknya mengkaji ulang kegiatan purnawiyata tersebut. Sebab, menurutnya, substansi wisuda melalui pemakaian toga hanya menjadi “trade mark” pendidikan tinggi alias bukan pendidikan menengah.

Dan harus disadari, tambahnya, bahwa dari segi finansial akan memberatkan wali murid, walaupun sering mendengar alasan pembiayaan ditanggung oleh semua anak didik dan purnawiyata adalah permintaan dari para wali murid. Tapi, rmenurutnya, tidak masuk akal kalau wali murid menginginkan hal yang berlebihan.

“Saya sering mendengar alasan pembiayaan ditanggung oleh semua anak didik dan purnawiyata adalah permintaan dari para wali murid. Rasanya kok tidak masuk akal kalau wali murid menginginkan sesuatu yang berlebihan,” ujarnya.

Masih kata Rasta, pada tahun-tahun depan purnawiyata ini sudah tidak ada lagi. Mengingat, kegiatan ini dinilai kurang ada manfaat positifnya.

“Semoga Kedepan tidak ada lagi Lembaga sekolah yang megadakan kegiatan purnawiyata di hall atau hotel. Cukup di halaman sekolah saja, dengan biaya yang cukup murah,” katanya.(rul)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *