CB, SURABAYA – Saat ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Henry J Gunawan sempat menuding ada konspirasi dibalik kasus yang menjeratnya. Konspirasi apa yang dimaksud bos PT Gala Bumi Perkasa ini?
Melalui Ahmad Riyadh UB dan Lilik Djaliyah, kuasa hukum Henry menjelaskan perihal tudingan konspirasi tersebut. Secara tegas, Lilik menegaskan bahwa Henry tidak mengetahui soal riwayat jual beli tanah seluas 1.934 meter persegi di Claket Malang yang dibeli PT Gala Bumi Perkasa (GBP) pada tahun 2006 lalu.
Bahkan penahanan dan penetapan tersangka dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang dijeratkan terhadap Henry saat ini dituding sebagai upaya kriminalisasi. “Klien kami (Henry) diduga keras telah dikriminalisasi,” ujar Lilik kepada wartawan, Kamis (17/8/2017).
Sementara itu, Riyadh menceritakan bagaimana kronologis sebenarnya kasus yang menjerat Henry. Menurutnya, kasus ini berawal dari jual beli lahan yang terjadi pada tahun 2006 antara PT GBP yang saat itu direkturnya dijabat oleh Raja Sirait dengan Anggraeni, ahli waris dari Sutanto. Lahan ini dibeli dengan harga Rp 6 miliar.
Lalu status tanah tersebut mengalami pengalihan kuasa ke pihak Hermanto dengan nilai sebesar Rp 4,5 miliar. “Namun hingga saat ini tidak pernah ada pembayaran sama sekali. Apakah bisa Hermanto menunjukan bukti pembayaran berupa kwitansi atau yang lainnya. Tapi kami yakin tidak bakal bisa,” ujar Riyadh.
Pada tahun 2010, sertifikat tanah kemudian mengalami balik nama dari ahli waris berubah menjadi PT GBP. Balik nama tersebut terjadi saat direktur PT GBP dijabat oleh Tee Teguh Kinarto. Pada 2013 saat kepemimpinan PT GBP beralih ke Henry, keberadaan sertifikat masih berada di brankas milik PT GBP.
Lalu pada 2016, tanah bersertifikat atas nama PT GBP tersebut dijual oleh Henry ke pihak lain seharga Rp 10 miliar. Jual beli tersebut terjadi karena Henry mengira bahwa lahan tersebut merupakan aset milik PT GBP, mengingat nama maupun keberadaannya dalam kekuasaan PT GBP dan saat serah terima jabatan direktur sebelumnya.
Bahkan, lanjut Riyadh, tidak pernah ada informasi dari para direksi lain soal status tanah dan sertifikat tersebut. Namun setelah tanah dan bangunan itu terjual, hal ini kemudian dipersoalkan oleh notaris Caroline C Kalampung dan dilaporkan ke Polrestabes Surabaya.
Riyadh pun kini mempertanyakan legal standing pelapor notaris Caroline. Menurutnya, notaris Caroline dinilai tidak memiliki legal standing sebagai pelapor. “Sederhana saja, apabila benar soal adanya proses pengalihan kuasa yang dilakukan didepan notaris Caroline, mengapa sertifikat tersebut berada dalam kekuasaan PT GBP selama bertahun-tahun. Lalu bagaiamana bisa seorang notaris memberikan sertifikat kepada pihak yang dianggap tidak bukan sebagai pemiliknya. Tidak salah dong apabila direktur PT GBP yang baru (Henry) mengira bahwa tanah tersebut aset milik PT GBP, terlebih sertifikat tersebut juga atas nama PT GBP. Kapasitas notaris Caroline sebagai pelapor kami pertanyakan legal standingnya. Kerugian apa yang diderita oleh pelapor dalam hal ini?” tanya Riyadh.
Anehnya lagi, selain bergulir di Surabaya, kasus ini ternyata juga dilaporkan Hermanto ke Mabes Polri dan menetapkan Henry sebagai tersangka. Hermanto melapor ke polisi mengatasnamakan sebagai pemilik lahan dan sertifikat. “Padahal tidak pernah ada uang yang dibayarkan oleh Hermanto kepada PT GBP terkait lahan tersebut. Tidak pernah ada bukti pembayaran. Apakah bisa hal itu disebut sebagai pemilik, sehingga status Hermanto selaku pelapor juga kita pertanyakan legal standingnya,” tambahnya.
Perlu diketahui, Henry J Gunawan ditahan oleh Kejari Surabaya usai menjalani proses tahap dua. Dalam kasus ini, Henry dijerat pasal 372 dan 378 KUHP tentang penipuan dan penggelapan. (zai)