CB, SURABAYA – Metropolis Surabaya tak ubahnya sentral berbagai produk panganan . Itu terlihat diberbagai sudut kota Surabaya. Diantara dari sekian banyak industri panganan produk rumah tangga itu ada kampong kue dikawasan Rungkut Lor gang II kecamatan Rungkut. Industry berbagai kue yang diproduksi warga tersebut, bentuk kue kering dan kue basah.
Suasana kampung tak ubahnya kampung-kampung padat orang lain. Namun saat masuk ke sana, beberapa orang tampak sibuk membuat kue.
“Lagi buat kue ini, ada pesanan dari orang,” kata seorang ibu bernama Choirul Mahpuduah, Kamis (7/12/2017).
Memang suasana di Kampung Kue pada pagi hari, sangat sepi. Tidak seperti yang dibayangkan orang. Hanya ada sebagian orang yang sedang menggoreng dan membuat kue.
Namun jangan tanya bagaimana denyut perekonomian di gang kecil saat waktu menunjukkan pukul 03.00 WIB. Suasana di sini akan nampak seperti pasar. Ada sekiar 65 orang pembuat kue berjejer di sepanjang kampung.
“Coba Anda datang pada pukul tiga dini hari, Anda akan merasakan suasana yang sesungguhnya,” tutur Pak Harno, warga asli yang sudah 35 tahun membuat kue.
Saat memasuki gang kecil tersebut, aroma khas jajanan mulai dari gorengan hingga kue tradisional sudah tercium. Jika dilihat, sepanjang mata memandang, hampir semua warga di kompleks ini membuat kue. Maka tak heran jika komplek ini disebut kampung kue.
Kue yang dijual di Kampung Kue ini beraneka macam. Sebagian besar merupakan kue tradisional seperti putu ayu, risoles, lemper dan pisang landak. Semuanya dipatok dengan harga bervariasi dari Rp 1.000 hingga Rp 2.000.
Menurut Pariadi, pembuat kue juga, di kampungnya terdapat 50 varian kue kering dan 50 varian kue basah. Dan dari banyaknya pembuat kue tersebut, kata Pariadi, hanya ada 6 orang saja yang telah mendapatkan sertifikat halal dari dinas terkait. Namun demikian, bukan berarti semua kue-kue yang dibuat warga Kampung Kue tidak berkualitas.
“Mereka belum mendapatkan ijin karena sibuk dengan banyaknya pesanan. Sehingga tidak sempat mengurus ijin. Kalau soal kualitas semua sama,” terang Pariadi.
Sementara itu Andy Budiman, Caleg DPR RI Dapil 1 Jawa Timur dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tampak kagum dengan keberadaan Kampung Kue. Menurut dia, Kampung Kue merupakan sebuah gambaran ekonomi masa depan.
“Di kampung ini saya melihat ekonomi masa depan bangsa. Dan yang namanya ekonomi masa depan bisa dilihat dari dua hal. Yang pertama networking atau jaringan dan kreativitas,” terang Andy, pada Cahaya Baru.
Dia membeberkan, jaringan yang dibentuk warga Kampung Kue sudah berjalan dengan baik. Mereka dapat bekerjasama dengan industri-industri besar seperti Telkom, Bank Mandiri, dan lain-lain.
“Ini artinya network mereka telah berjalan. Mereka tidak hanya mendapatkan dari program CSR industri-industri besar, melainkan sudah merambah ke sosial media. Saya kira warga Kampung Kue berhasil menciptakan peluang bisnis yang sangat bernilai,” tambahnya.
Untuk kreativitas, sebut Andy, warga Kampung Kue sudah menunjukkan konsep ide yang luar biasa. “Ini adalah salah satu contoh kekuatan ekonomi mikro di mana mereka bisa bangkit dari yang dulunya kampung miskin, kini menjadi kampung berkekuatan ekonomis. Sangat inspiratif. Saya kira semua daerah, tidak hanya Jatim tapi Indonesia harus meniru ini,” imbuh Andy.
Ditambahkan Andy, saat ini warga Kampung Kue hanya butuh dorongan saja, baik dari pemerintah maupun swasta. Dari dasarnya yang sudah kreatif, bisa dikembangkan lagi menjadi besar. “Mereka cuma butuh support saja. Seperti perbaikan packaging yang dibuat semenarik mungkin. Kemudian bagaimana menggunakan jaringan sosial media untuk memasarkan produknya,” lanjut Andy.
Bahkan tidak menutup kemungkinan, seru Andy, warga pembuat kue ini bisa melakukan ekspor produk-produknya. “Semua itu mungkin (ekspor). Kualitas dikuati. Pasar ditata mulai dari Surabaya, merambah ke luar kota, kemudian luar pulau. Dan terakhir luar negeri. Semua bisa dilakukan asal warga Kampung Kue dapat meningkatkan kreatifitasnya dengan baik, seperti menjaga kualitas jenis kue, membuat packaging menarik, hingga promosi,” serunya.
Memang, Andy tidak bisa membayangkan betapa mandirinya warga Kampung Kue. Menurut dia, mereka bisa menciptakan sebuah lapangan pekerjaan sendiri tanpa harus menggantungkan hidup dari pemerintah.
Sejak berdirinya Kampung Kue, Pemerintah Kota Surabaya sama sekali tidak memiliki peran dalam terciptanya Kampung Kue. Pasalnya konsep Kampung Kue mengalir sesuai dengan situasi dan keadaan waktu itu. Dengan banyaknya warga yang membuat kue, maka pelan-pelan mereka mengumpulkan uang membentuk koperasi kecil-kecilan. Dari dana koperasi yang dikumpulkan, mereka mampu membeli alat pembuat kue secara bergiliran. Hingga berjalannya waktu, para pemesan mulai berdatangan termasuk industri-industri besar.
Sekitar 2-3 tahun belakangan, Walikota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) meresmikan Kampung Kue sebagai salah satu wisata kuliner jajanan. Di sini kampung yang dulunya tidak dikenal mulai menjadi tersohor.
Kepedulian Risma terhadap Kampung Kue patut diacungi jempol. Kepada para koleganya, dia selalu memperkenalkan wisata Kampung Kue. Bahkan untuk pengurusan perijinan usaha maupun sertifikat halal bagi UMKM, Pemkot Surabaya tidak memungut biaya alias gratis.
“Saya melihat inilah kehebatan bu Risma. Dia sangat care pada dunia usaha kecil dan menengah. Kalau menurut warga sini, setiap kali Risma diundang pasti langsung datang. Tidak sekedar datang tapi bu Risma juga memberi motivasi ke warga. Cara Risma ini menurut saya sangat bagus, karena dia dapat membuka jaringan para UMKM ini ke beberapa perusahaan-perusahaan besar. (ful)