CB – Haikal Anak seorang kuli bangunan, di Kampung Padoang doangan, Kelurahan Padoang doangan, Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep, akhirnya lulus menjadi Prajurit TNI AD dengan pangkat Prajurit Dua. Sebelumnya Prada Haikal mengikuti pendidikan di sekolah Calon Tamtama.
Upacara penutupan Pendidikan Pertama Tamtama TNI AD Gelombang I TA. 2017 dilakukan dengan upacara militer, dengan Irup Pangdam XIV Hasanuddin Mayjen TNI Agus SB bertempat di lapangan Prayudha Sekolah Calon Tamtama Rindam XIV Hasanuddin Malino Gowa, (7/9/2017).
Haikal merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Muh Arsyad (64) dan Saharia (51). Dimana keseharian sang ayah awalnya pekerja tukang becak, dan beralih ke kuli bangunan. Ibu kandungnya kesehariannya mengajarkan anak-anak mengaji di kampung itu. Namun, saat ini sang Ayah tidak mampu lagi mencari nafkah dikarenakan kondisinya yang rentan tua dan sakit sakitan.
Perjuangan, Haikal sendiri untuk menggapai cita citanya itu terbilang keras dengan keterbatasan ekonomi. Dimana, untuk makan sehari hari saja kadang orang tuanya harus memaksakan diri untuk bekerja dan Haikal sendiri harus pula membantu orang tuanya mencari nafkah dengan ikut bekerja kuli bangunan dan membagi waktu, termasuk konsentrasinya dalam proses seleksi tamtama saat itu.
Dengan tetesan air mata bercucuran, sang ayah dan ibu kandung Haikal menceritakan dengan dialek bahasa daerah (Makassar) bahwa proses mendaftarnya Haikal di Sub panda Makassar. Haikal sendiri anak bungsu dari tiga bersaudara dan sudah mendaftar TNI sebanyak 4 kali.
“Haikal itu anak bungsu kami, dia satu satunya anak kami yang menyelesaikan sekolah ke tingkat SMA. setelah tamat sekolah di tahun 2015 lalu, dia membantu saya mencari nafkah jadi kuli bangunan juga ” Tuturnya.
“Dia juga sampaikan keinginannya untuk jadi tentara. Namun, saya bilang kita tidak punya apa apa, tapi tekadnya yang besar dia terus menabung menyisihkan sedikit demi sedikit uang yang diperoleh, bahkan upah yang didapat tidak pernah dia belikan apa apa dia kasih kami sedikit sisa gajinya ditabung sendiri,” katanya.
Lanjutnya, saat Haikal mendaftar di Makassar dengan modal bensin Rp. 10 ribu tiap harinya pulang pergi dengan memakai motor Kakaknya. Terkadang, Ia sampai ke rumah dengan perut kosong lantaran Ia harus mengirit biaya. Ia sama sekali sosok anak yang tidak ingin membebani orang tua dan taat beribadah.
Dengan tabungan yang ada selama ini dan dibantu oleh kakaknya yang juga pekerja kuli bangunan dan bantuan pinjaman dari tetangga akhirnya biaya pendaftaran pun saat lulus dapat teratasi. “Allah itu maha adil, Allah tidak akan menguji hambanya diluar kemampuan kita. Ini yang saya tanamkan ke pada Haikal,” ujarnya.
Sementara, saat sang ibu menceritakan ketika Ia harus ke kota Makassar menghadiri kelulusan putranya, Ia harus meminta kepada kedua kakak Haikal untuk iuran biaya transportasi. Saat ini pula kondisi rumah orang tua Haikal, aliran listriknya pun masih numpang di rumah tetangganya dikarenakan tidak mampu memasang kilometer listrik, lantaran himpitan ekonomi.
“Tapi, saya syukurmi usaha selama ini anak saya Haikal tidak sia sia, terkadang pulang kelaparan saat mendaftar. Tidak ada sama sekali kodong uang kita kasih untuk beli makanan waktu mendaftarki, sabar tonji, tidak mengeluh. baru dia orangnya tidak mau nakasih pusing orang tuanya sama saudara saudaranya,” ucapnya, sembari menitihkan air mata. (Ertin Primawati)